Resensi Buku

Posted by PAI C UIN SUKA BUDAYA SENI


Nama                           : Awaludin
Nim                             :09410074
Tugas                           : pengembangan budaya dan seni  dalam PAI
Kelas                           : C
Judul buku                  : konstelasi pemikiran pedagogik  Ibnu Khaldun  perspektif pendidikan modern
Penulis                         : Prof.Dr.H .Warul walidin AK,M.A.(edisi revisi )
Penerbit                       : taufiqiyah sa’adah  banda aceh & seluruh press Yogyakarta
Cetakan bln/Tahun      :I ,Agustus 2003
:II(edisi revisi),November 2005
Tebal / halaman           : 12 mm./230 hlm.
ANALISIS PEMIKIRAN PEDAGOGIK IBNU KHALDUN DALAM PERSPEKTIF MODERN
            Dalam memenuhi tugas pengembangan budaya dalam pembelajaran pai, penulis selalu merasa kesulitan dalam menemukan buku yang menurut penulis yang dapat di jadikan sebagai buku resensi yang harus di baca , namun ketika penulis mencoba membaca buku yang sekarang penulis akan paparkan sedikit isi buku yang menurut penulis sangat menarik untuk di ungkapkan lebih lebih dalam menyikapi pendidikan yang semakin hari semakin hangat di perbincangkan oleh semua kalangan umat manusia.
            Maka sangat penting untuk penulis paparkan keterkaitan antara manusia dengan pendidikan yang menurut buku yang penulis baca dari buku nya ibnu khaldun yang di jadikan sebagai acuan dalam pendidikan dari Zaman klasik sampai zaman kontemporer saat ini. Penulis dapat menyimpulkan tulisan dan pendapat ibnu khaldun pada halam. 122samapai halaman seterusnya ,
            Setiap pemikiran mempunyai segi kekurangan di samping itu juga memilki kelebihan atau kekuatan , demikian juga terhadap pemikiran ibnu khaldun yang terkait dengan pendidikan yang menjadi poko permasalahan yang akan di bahas oleh penulis saat ini, namun pemikiran ibnu khaldun menurut penulis memberi sumbangan terhadap dunia pendidikan pada saat ini lebih lebih terhadap kemajuan pendidikan islam saat ini. Ibnu khaldun selalu memberikan persepektip yang baru dalam dunia pendidikan di saat ini dengan mencoba memandang dunia pendidikan yang tidak terpisahkan dari factor factor yang mempengaruhinya. Khusus nya di dunia islam  dan barat. Hal inilah yang menurut penulis hal ini akan nyata setelah melalui analisis pemikiran dalam persepektif dunia modern dan pendidikan kontemporer . ibnu khaldun memilki konsep pendidikan yang global akan tetapi mendasar. Pemikiran nya dalam menganalisis dalam kaitan dengan kehidupan dengan peradaban yang aktual dan selalau sejalan dengan pendidikan zaman modern.
Manusia dalam perspektif pedagogik
            Teori teori pedagogik yang termasuk dalam khasanah dunia pendidikan islam lahir dari peredaban barat ,maka terlahir kerengka pikir (mode of thought)  ,oleh karna nya sangat mungkin mengandung bias bias ketika memakainya kepada masyarakat indonesia dengan bentuk budaya yang berbeda. Maka di dalam bukunya ibnu khaldun mencoba untuk menyadarkan bahwasanya akan terjadi kepincangan dalam dalam pendidikan yangdi anut oleh orang orang indonesia , maka dengan adanya hal yang seperti ini menurut penulis dengan mengkaji pemikiran ataupun membca pemikiran ibnu khaldun yang terkait dengan pendidikan kontemporer cukup relevan.
            Sedangkan menurut Al- Attas setiap manusia tak ubahnya seperti miniatur kerajaan , representasi mikrokosmos (alam shagir) dari makrokosmos (al –alamul khabir) ia seorang penghuni di atas polis (madinah) dirinya sendiri.di mana di tempat itu dia melaksanakan Din nya, dimana karna tujuan pendidikan islam bertujuan untuk menjadikan manusia yuang baik. Seorang pemikir muslim yang pertama menggagas dasar pemikiran pendidikan islam yang  berdasarkan al-quran ,bahwa manusia adalah jagat macrocosmos adalah ja’far as- sidiq (w.148 H.) yang di mana gagasan ini di lanjutkan oleh ikhwan al-safa dan para filosof yang intinya adalah di dalam manusia tersapat sesuatu yang kecil tapi  di dalam dirinya itu tergambar sesuatu yang besar.
            Sedangkan menurut ibnu khaldun ,sebagai mana yang telah di uraikan pada bagian pendahualuan yang mengasumsikan bahwa manusia itu punya relevansi hanya dalam konteks ijtima’ (kehidupan bersama) yang tepatnya bisa di sebut sebagai kehidupan bermasyarakat. Karna menurut pandangan nya manusia adalah yang terlibat secara niscaya dalam aktiviatas kehidupan sehari hari , baik secara persoanal maupun komunal.
            Maka yang di gunakan pada pendekatan ini adalah berbicara tentang intraksi dengan sesama dan lingkungannya yang dimana kemudian menghasilkan peradaban. (umran civilization) dan kebudayaan (tamaddun culture)  dengan adayan pendapat dari ibnu khaldun.menurut penulis sangat perlu dan penting kita mengetahui bahwa dengan terbentuknya sebuah budaya dan seni tidak terlepas dari sebuah teori yang pernah di gagas oleh ibnu khaldun pada saat itu dan sampai sekarang bisa di jadikan konsep yang sangat relevan di zaman yang kontemporer di zaman sekarang ini. Di antaranya :
a.       Kebudayaan tidak bisa di pisahkan  dari manusia, karena kebudayaan dan peradaban adalah konsekuensi logis dan aktivitas manusia. Kebudayaan mengacu pada masyarakat. Bagi ibnu khaldun hubungan antara individu dan masyarakat mempunyai kemungkinan yang tidak terbatas. Di sebabkan karna masyarakat adalah sebuah unit yang tidak bisa di pisahkan dalam kehidupan sehari hari dan dapat berubah –ubah secara terus menerus.dengan adanya hubungan timbal balik dari masyarakat karna di mana manusia adalah sebuah produk masyarakat, namun dengan demikian dengan bersamaan manusia membentuk masyarakat.
b.      Hubungan fungsional.yang di man di lukiskan oleh ibnu khaldun tersebut menunjukan bahwa manusia dapat menata hidupnyadengan lebih baik melalui pengalaman dan pendidikan dalam tatanan masyarakat.jadi dalam berfikir fungsional ini kebudayaan tidak lain hanyalah bagaimna agar masyarakat isa mengikpresikan dirinya dengan cara mencari relasi yang tepat dengan dunia sekitarnya.
c.       Manusia sebagai sentral budaya karna manusia memiliki peran di dlam peradaban, dengan melalui seni dan budaya manusia menurut ibnu khaldun harus mampu menyalurkan relasi relasi itu secara optimal yang tentunya harus sesuai dengan budaya yang ada untuk memasuk kan nilai nilai moral maupun relegiusitas kepada masyarakat di sekitarnya.
d.      Manusia yang dengan segenap potensi fisiologik dan psikologik hidup dan berhubungan paling tidak dalam dua realitas. Struktur manusia terdiri dari dua dimensi yang di man dimensi pertama adalah dunia ragawi dan yang kedua adalah dunia spritual.
Tujuan Pendidikan Menurut Ibnu Khaldun
Menurut Ibnu Khaldun menyatakan bahwa ilmu pendidikan bukanlah suatu aktivitas yang semata-mata bersifat pemikiran dan perenungan yang jauh dari aspek-aspek pragmatis di dalam kehidupan, akan tetapi ilmu dan pendidikan merupakan gejala konklusif yang lahir dari terbentuknya masyarakat dan perkembangannya dalam tahapan kebudayaan. Menurutnya bahwa ilmu dan pendidikan tidak lain merupakan gejala sosial yang menjadi ciri khas jenis insani. Di dalam kitab Muqaddimahnya Ibnu khaldun tidak memberikan definisi pendidikan secara jelas, ia hanya memberikan gambaran-gambaran secara umum, seperti dikatakan Ibnu Khaldun bahwa: Barangsiapa tidak terdidik oleh orang tuanya, maka akan terdidik oleh zaman, maksudnya barangsiapa tidak memperoleh tata krama yang dibutuhkan sehubungan pergaulan bersama melalui orang tua mereka yang mencakup guru-guru dan para sesepuh, dan tidak mempelajari hal itu dari mereka, maka ia akan mempelajarinya dengan bantuan alam, dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang zaman, zaman akan mengajarkannya.
g.      Dari pendapatnya ini dapat diketahui bahwa pendidikan menurut ibnu Khaldun mempunyai pengertian yang cukup luas. Pendidikan bukan hanya merupakan proses belajar mengajar yang dibatasi oleh empat dinding, tetapi pendidikan adalah suatu proses, di mana manusia secara sadar menangkap, menyerap, dan menghayati peristiwa-peristiwa alam sepanjang zaman. Menurut Ibnu Khaldun bahwa secara esensial manusia itu bodoh, dan menjadi berilmu melalui pencarian ilmu pengetahuan. Alasan yang dikemukakan bahwa manusia adalah bagian dari jenis binatang, dan Allah SWT telah membedakannya dengan binatang dengan diberi akal pikiran. Kemampuan manusia untuk berpikir baru dapat dicapai setelah sifat kebinatangannya mencapai kesempuranaan, yaitu dengan melalui proses; kemampuan membedakan. Sebelum pada tahap ini manusia sma sekali persis seperti binatang, manusia hanya berupa setetes sperma, segumpal darah, sekerat daging dan masih ditentukan rupa mentalnya. kemudian Allah memberikan anugerah berupa pendengaran, penglihatan dan akal. Pada waktu itu manusia adalah materi sepenuhnya karena itu dia tidak mempunyai ilmu pengetahuan. Dia mencapai kesempurnaan bentuknya melalui ilmu pengetahuan yang dicari melalui organ tubuhnya sendiri. setelah manusia mencapai eksistensinya, dia siap menerima apa yang dibawa para Nabi dan mengamalkannya demi akhiratnya. Maka dia selalu berpikir tentang semuanya. Dari pikiran ini tercipta berbagai ilmu pengetahuan dan keahlian-keahlian. Kemudian manusia ingin mencapai apa yang menjadi tuntutan wataknya; yaitu ingin mengetahui segala sesuatu, lalu dia mencari orang yang lebih dahulu memiliki ilmu atau kelebihan. Setelah itu pikiran dan pandangannya dicurahkan pada hakekat kebenaran satu demi satu serta memperhatikan peristiwa-peristiwa yang dialaminya yang berguna bagi esensinya. Akhirnya dia menjadi terlatih sehingga pengajaran terhadap gejala hakekat menjadi sebuah kebiasaan (malakah) baginya. Ketika itu ilmunya menjadi suatu ilmu spesial, dan jiwa generasi yang sedang tumbuh pun tertarik untuk memperoleh ilmu tersebut. Merekapun meminta bantuan para ahli ilmu pengetahuan, dan dari sinilah timbul pengajaran. Inilah yang oleh Ibnu Khaldun dikatakan bahwa ilmu pengetahuan merupakan hal yang alami di dalam peradaban manusia. Adapun tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun, bahwa di dalam Muqaddimahnya ia tidak merumuskan tujuan pendidikan secara jelas, akan tetapi dari uraian yang tersirat, dapat diketahui tujuan yang seharusnya dicapai di dalam pendidikan. Dalam hal ini al-Toumy mencoba menganalisa isi Muqaddimahnya dan ditemukan beberapa tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Dijelaskan menurutnya ada enam tujuan yang hendak dicpai melalui pendidikan, antara lain:
1. Menyiapkan seseorang dari segi keagamaan, yaitu dengan mengajarkan syair-syair agama menurut al-Quran dan Hadits Nabi sebab dengan jalan itu potensi iman itu diperkuat, sebagaimana dengan potensi-potensi lain yang jika kita mendarah daging, maka ia seakan-akan menjadi fithrah.
2. Menyiapkan sesorang dari segi akhlak. Hal ini sesuai pula dengan apa yang dikatakan Muhammad AR., bahwa hakekat pendidikan menurutIslam sesungguhnya adalah menumbuhkan dan membentuk kepribadian manusia yang sempurna melalu budi luhur dan akhlak mulia.
3. Menyiapkan sesorang dari segi kemasyarakatan atau sosial.
4. Menyiapkan sesorang dari segi vokasional atau pekerjaan. Ditegaskannya tentang pentingnya pekerjaan sepanjang umur manusia, sedang pengajaran atau pendidikan menurutnya termasuk di antara ketrampilan-ketrampilan itu.
5. Menyiapkan sesorang dari segi pemikiran, sebab dengan pemikiran sesorang dapat memegang berbagai pekerjaan atau ketrampilan tertentu.
6. Menyiapkan sesorang dari segi kesenian, di sini termasuk musik, syair, khat, seni bina dan lain-lain.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan bukan hanya bertujuan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan akan tetapi juga untuk mendapatkan keahlian. Dia telah memberikan porsi yang sama antara apa yang akan dicapai dalam urusan ukhrowi dan duniawi, karena baginya pendidikan adalah jalan untuk memperoleh rizki. Maka atas dasar itulah Ibnu Khaldun beranggapan bahwa target pendidikan adalah memberikan kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja, karena dia memandang aktivitas ini sangat penting bagi terbukanya pikiran dan kematangan individu. Karena kematangan berpikir adalah alat kemajuan ilmu industri dan sistem sosial. Dari rumusan yang ingin dicapai Ibnu Khaldun menganut prinsip keseimbangan. Dia ingin anak didik mencapai kebahagiaan duniawi dan sekaligus ukhrowinya kelak. Berangkat dari pengamatan terhadap rumusan tujuan pendidikan yang ingin dicapai Ibnu Khaldun, secara jelas kita dapat melihat bahwa ciri khas pendidikan islam yaitu sifat moral religius nampak jelas dalam tujuan pendidikannya, dengan tanpa mengabaikan masalah-masalah duniawi. Sehingga secara umum dapat kita katakan bahwa pendapat Ibnu Khaldun tentang pendidikan telah sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan Islam yakni aspirasi yang bernafaskan agama dan moral.

Terimakasih

Posted by PAI C UIN SUKA BUDAYA SENI


Resensi Buku
Oleh: Hamdani (09410235) 
Judul                     : Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia
Pengarang             : Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed.
Penerbit                 : PT Remaja Rosdakarya
Tempat terbit         : Bandung
Tahun Terbit          : 1999
Tebal Buku            : 252 Halaman
Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed. Dalam bukunya kali ini yang berjudul “Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia” memberikan sumbangan pengetahuan, pemahaman, dan interpretasi mengenai proses pendidikan dalam memanusiakan manusia yang berbudaya di Indonesia. Pada dasarnya manusia, masyarakat, dan budaya merupakan tiga dimensi dari hal yang bersamaan. Oleh sebab itu, pendidikan tidak dapat terlepas dari kebudayaan dan hanya dapat terlaksana dalam suatu masyarakat.
Pada dasarnya buku ini mempunyai tiga sasaran pokok, yaitu: pendidikan, kebudayaan dan masyarakat. Proses pendidikan sebagai pemanusiaan manusia berbudaya Indonesia yang interaktif berkesinambungan dan konsentris. Artinya, yang berakar pada budaya bangsa dalam membawa manusia dan masyarakat Indonesia kedalam suatu masyarakat madani. Indonesia memasuki pergaulan bangsa-bangsa didunia terbuka. Buku ini juga membahas mengenai hakikat pendidikan, kebudayaan, serta berbagai teori dan persepsi mengenai hubungan antara proses pendidikan dan kebudayaan. Proses penulisan ini berimplikasi bahwa proses pendidikan terjadi dalam interaksi sesama manusia dalam masyarakat Indonesia yang majemuk.
Kebudayaan menurut konsep pemikiran Ki hajar Dewantara menjelaskan bahwa kebudayaan bangsa adalah hal yang timbul sebagai buah usaha budinya rakyat indonesia. Oleh karena itu, pendidikan, masyarakat dan kebudayaan, merupakan suatu triparti tunggal dimana kebudayaan merupakan dasarnya, masyaraka menyediakan sarana, dan proses pendidikan merupakan kegiatan untuk melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai yang mengikat kehidupan bersama dalam masyarakat. Dengan demikian, pendidikan tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan dan masyarakat sebagai pemiliknya.
Manusia yang berpendidikan dan berbudaya terdapat sesuatu yang disebut dengan masyarakat madani yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Kesukarelaan, keswasembadaan, kemandirian tinggi terhadap negara dan keterkaitan pada nilai-nilai hukum yang disepakati bersama. Pendidikan dalam masyarakat madani Indonesia ialah proses pendidikan yang mengakui hak-hak serta kewajiban perorangan dalam masyarakat.
Sebuah buku tidak luput dari kekurangan dan kelebihan, memang bagi sebagian pembaca, buku ini bisa menjadi gambaran yang diberikan penulis mengenai pendidikan dengan kebudayaan dalam masyarakat Indonesia, terutama bagi para mereka yang berkecimpung didalam dunia pendidikan. Antara lain kelebihan buku ini adalah disamping memuat telaah yang komprehensif dan mendalam, bagaimana pentingnya kebudayaan yang akan membentuk pendidikan yang berkepribadian dalam rangka penciptakan masyarakat madani Indonesia sebagai masyarakat yang paripurna, juga disertai lampiran-lampiran yang dapat menambah wawasan pembaca. Akan tetapi buku ini menggunakan gaya bahasa yang tinggi, sulit dipahami sehingga tidak cocok dibaca oleh semua kalangan dan terdapat pada salah satu lampiran yang menggunakan bahasa Inggris penuh, sehingga menyulitkan pembaca yang kurang mengetahui bahasa Inggris, terutama para masyarakat awam yang belum pernah mengenyam bangku pendidikan.

resensi buku

Posted by PAI C UIN SUKA BUDAYA SENI

Nama              : Achmad Zakaria
Nim                 : 09410151
Jurusan           : PAI C
Judul buku      : Estetika Islam; Menafsirkan Seni dan Keindahan
Penulis            : Oliver Leaman
Penerbit          : Mizan, Bandung
Cetakan          : I, Maret 2005
Tebal buku     : 315 Halaman
Karya seni dalam khazanah pengetahuan islam tergolong cukup langka. Berbeda dengan manuskrip bidang keislaman lainnya seperti tafsir, teologi, fikih, dan tasawuf, perkembangan estetika Islam, agaknya, jauh tertinggal daripada bidang kajian yang telah disebutkan.
Perhatian kaum muslim terhadap nilai estetika Islam tampaknya juga tidak begitu antusias. Buktinya masyarakat Indonesia, sebagai pemeluk mayoritas Islam, masih minim pengetahuan aspek-aspek estetika Islam monumental  yang pernah tercipta saat peradaban Islam berkembang spektakuler, baik di kawasan Arab maupun Timur tengah, khususnya Persia dan Baghdad.
Sekalipun terdapat buku yang mungkin agak berharga bagi Islam, yakni Atlas Budaya Islam karya Ismail Raji al Faruqi dan Seni Islam dan Spiritualitas karya Seyyed Hussein Nasr, belumlah mewakili untuk memaparkan nilai-nilai estetika Islam yang pernah terukir di zaman keemasan Islam.
Stagnasi peradaban seni Islam hamper tak kunjung bangkit. Krisis karya seni Islam tentu ada sebuah something luck untuk tidak menyebutnya something wrong dalam memahami makna dan hakikat seni dalam konteks Islam. Akibatnya, kini generasi muslim terasa kehilangan jejak dan akar-akar tradisi estetika Islam yang sangat berharga.
Buku yang ditulis Oliver Leaman ini mengajak kaum muslim agar mau melihat kembali akar sejarah estetika Islam. Estetika Islam yang hanya diwujudkan dalam bentuk kaligrafi arabes, lukisan atau gambar, music, dan seterusnya bukanlah satu-satunya ekspresi seni islam, melainkan bisa ditampilkan secara modern sesuai dengan konteks zamannya.
Kritik Leaman terhadap ekspresi seni yang selama ini ditampilkan adalah tidak adanya corak dan kekhasan yang dimiliki seni Islam. Citra seni Islam, tak jauh beda dengan seni-seni umumnya. Lalu apa yang menjadi titik beda dari seni yang lain?
Disinilah pentingnya melacak kembali akar-akar estetika Islam. Relasi estetika Islam dan sejarah social harus dipahami secara utuh dan komprehensif. Dulu, seni Islam dicipta dari multiaspek, yakni menyiratkan aspek social, aspek moral, dan spiritual (teologis) yang memiliki pesan-pesan tersirat sangat tinggi. Namun, belakangan ini, seni cenderung menampilkan diri sebagai nilai seni tidak lagi mengemban nilai positif.
Dari buku inilah Leaman berani mengemukakan alas an bahwa ada sebelas kesalahan umum tentang seni Islam. Setidaknya, terlihat bahwa seni Islam masih dibayang-bayangi dua sumbu utama, yaitu antara nilai esoteric dan nilai eksoteris. Kaum sufisme misalnya, lebih mengekspresikan nilai seninya lewat jalur esoteric. Sedangkan di luar itu, ada yang menginginkan seni Islam harus tampil dengtan wilayah eksoteris saja.
Kelebihan:
Buku ini dapat dengan mudah dipahami dalam artian memahami estetika itu dapat lebih memaknai estetika didalam islam.
Kekurangan :
Pada buku ini terdapat beberapa hal yang kurang pas dengan realitanya seperti yang tertulis pada halaman 212. Pada buku tersebut.

BAHAN KULIAH SETELAH UTS

Posted by PAI C UIN SUKA BUDAYA SENI

Berbagai Bentuk SBI

<p><p>u</p></p>

untuk dowload KLIK DISINI

MATERI SETELAH UTS


bagi temen-temen PAI D ini materi seni budaya dalam PAI buat setelah UTS silahkan di Download

http://www.ziddu.com/download/19114593/9fungsi_SBI_problem_tantangan_pengembangannya.ppt.html    (klik DISINI)

http://www.ziddu.com/download/19114627/Apresiasi.ppt.html   (Klik Disini)

http://www.ziddu.com/download/19114659/berbagai_bentuk_SBI.ppt.html   (Klik Disini)

http://www.ziddu.com/download/19114692/KETENTUAN_TUGAS_PBSPAI.rtf.html   (Klik Disini)

http://www.ziddu.com/download/19114721/pendekatan_SBI.ppt.html  (Klik Disini)


tela'ah buku

Posted by PAI C UIN SUKA BUDAYA SENI



NAMA           : FITRI UTAMI
NIM                : 08410105/ PAI C

A.   Identitas Buku :
Judul buku           : Paradigma Kebudayaan Islam Studi Kritis dan Refleksi Historis
Penulis                  : Dr. Faisal Ismail, MA
Penerbit                : Titian Ilahi Press, Yogyakarta.
Tebal Buku           : 202 Halaman
Lebar Buku          : 15 cm
Panjang Buku       : 21,5 cm
Cetakan I             : November 1996

B.   Isi Buku :
BAGIAN I
ISLAM DAN KEBUDAYAAN DI INDONESIA
Secara umum pada bagian pertama ini menyoroti sosok dan situasi pendidikan dan kebudayaan Islam di Indonesia. Bagian ini menyajikan dan memaparkan suatu analisis terhadap timbulnya krisis-krisis di bidang kebudayaan yang dihadapi umat Islam. Penyair dan dramawan WS Rendra mengemukakan suatu jenis kalangan umat Islam Indonesia adalah bahwa “mereka kurang bersahabat” dengan ilmu pengetahuan. Akibat logis dari keadaan semacam ini tak pelak lagi akan bermuara pada kenyataan, bahwa prosentase intelektual Muslim di Indonesia tak sebanding dengan jumlah umat Islam. Situasi demikian memerlukan pemecahan. Salah satu cara penting yang dilakukan adalah melakukan kajian ulang sistem pendidikan (tatanan dan proses belajar mengajar) secara menyuluruh dan komprehensif, sejak dari pendidikan dasar sampai tingkat perguruan tinggi. Bagian ini diakhiri dengan sebuah studi kritis terhadap tesis-tesis kebudayaan yang diajukan Sidi Gazalba. dimana penulis tidak sependapat dengan pemikiran kebudayan yang dikemukan Gazalba. Yaitu bahwa Gazalba membedakan antara din dan agama.



BAGIAN II
KEBERIMANAN DAN KEBERSENIAN
Pada bagian ini membahas perihal subordinasi agama terhadap kesenian atau sebaliknya, serta akibat yang akan terjadi jika hal itu dilakukan. Kemudian juga mengenai kemiskinan dan gejala-gejala macetnya kesenian Islam, dan beberapa rekomendasi untuk memperkembangkan kesenian Islam. Didalam pembahasan ini dilengkapi dengan sebuah “diskusi” tentang bagaimana seharusnya seniman Muslim memandang, menghayati, mendekati dan “menafsirkan” Tuhan. Dapatkah Tuhan, Malaikat atau Nabi diimajinasikan atau dipersonifikasikan menurut daya khayal penggambaran sang seniman? Dapatkah seniman Muslim memiliki cara dan menafsirkan sendiri mengenai Tuhan dengan cara semau gue?. Karena senjata paling ampuh yang sangat dibangga-banggakan seniman adalah apa yang disebut “imajinasi”. Kebebasan berimajinasi dalam proses penciptaan. Seniman menuntut kebebasan berimajinasi dalam mencipta. Itulah suara lantang yang selalu dikumandangkan dimana-mana sebagai suatu manifestasi seni yang menandai setiap karyanya. Pada bagian inilah penulis sebenarnya sedang merefleksikan kembali “pengalaman” bergaul dengan seorang seniman.

BAGIAN III
ISLAM, MORALITAS DAN MODERNITAS
Bagian ini mendiskusikan tentang Islam dalam kaitannya dengan moralitas dan modernitas. Bagaimana posisi Islam dalam berhadapan dengan pergeseran nilai-nilai moral yang terjadi didunia Barat, yang pengaruhnya dirasakan disekitar kita. Penulis berpendapat bahwa bahwa doktrin Islam tentang moral tidak memerlukan redefinisi dalam menghadapi arus “moralitas baru” yang terjadi di Barat dewasa ini. Topik lain yang dikaji dalam bagian ini adalah bagaimana pendirian kaum Muslimin dan wawasan Islam berhadapan dengan isu-isu sentral yang bertalian dengan modernisasi. Dijelaskan pula pada bagian ini bahwa modernisasi adalah suatu usaha sadar untuk menyesuaikan diri dengan konstelasi dunia, dengan mempergunakan kemajuan ilmiah, material dan mental untuk kebahagiaan hidup dan kehidupan sebagai perseorangan, bangsa atau umat manusia.

BAGIAN IV
ISLAM DAN KEBUDAYAAN GLOBAL
Bagian terakhir diawali dengan sketsa sejarah kebangkitan umat Islam (abad 8 hingga 13 Masehi). Tujuannya tidak lain untuk lebih membuka wawasan bersama, bahwa pada zaman keemasan dan kemegahannya, umat Islam pernah berperan sebagai bangsa kreator, inventor dan inovator besar yang ulung, yang jasa-jasa dan kontribusinya telah dipakai sebagai “dasar-dasar kemajuan” yang terjadi di Barat. Setelah mengalami masa-masa keemasan dan kejayaannya selama ± lima abad, umat Islam-Arab dan kebudayaannya runtuh; estafet kepeloporan di bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan beralih ke tangan Barat. Dibawah judul “Islam dan Situasi Global Dewasa Ini” dan “Masa Depan Kebudayaan Islam”, penulis mencoba melakukan analisis dan refleksi historis, bahwa Islam dan umatnya cukup memiliki peluang untuk melakukan gerakan revivalisme dan  reformisme; mencipta-segarkan karya-karya kebudayaan sebagai basis spiritual dan kultural untuk menopang proses akselerasi terjadinya kebangkitan kembali Islam dan umatnya.

C.   Kelebihan Buku :
Buku ini merupakan kumpulan-kumpulan karangan dan makalah lepas. Antara bagian satu dengan bagian yang lain barangkali tidak bisa menjadi sesuatu yang bulat dan utuh secara sempurna. Namun meskipun demikian penulis mampu menyatukan dari masing-masing bagian sehingga mengandung unsur benang merah, yang secara keseluruhan membicarakan persoalan moralitas, agama dan kebudayaan. Selain itu penulis juga menganalisis serta mengkritisi masing-masing bagian dari judul, sehingga pembahasan mengenai paradigma kebudayaan Islam menjadi lebih jelas. Buku ini sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan serta pemahaman kita mengenai persoalan moralitas, agama dan kebudayaan.

D.   Kekurangan Buku :
Karena buku ini merupakan kumpulan-kumpulan karangan dan makalah lepas, mungkin ada beberapa persepsi atau kritikan penulis yang kurang pas mengenai pemikiran-pemikiran para tokoh dalam dalam buku tersebut. Kemudian penjabaran masih masih kurang luas, dalam artian ada beberapa bagian-bagian dari judul buku ini penjelasannya masih singkat atau kurang lengkap.