Paradigma Kebudayaan Islam; Studi Kritis dan Refleksi Historis

Posted by PAI C UIN SUKA BUDAYA SENI Label:


Oleh : Siti Nurul Hidayah (09410136)
PENDAHULUAN
Buku yang ditulis oleh Faisal Ismail ini merupakan buku yang disusun berdasarkan atas revisi dari rangkaian tulisan lama, baik yang pernah maupun belum diterbitkan. Buku ini berusaha mengutuhkan beberapa tulisan lepas atau terbitan lama yang tidak semudah orang membayangkan, karena membutuhkan referensi dan sejarah dimana daya angan, imajinasi dan wawasan dari sang penulis telah berkembang. Oleh karena itu, buku ini menjadi sangat penting untuk dibaca ataupun dijadikan sebagai referensi bagi pembaca untuk menambah pengetahuan, khususnya dalam pengetahuan kebudayaan.
PEMBAHASAN
Identitas Buku :
Judul               : Paradigma Kebudayaan Islam; Studi Kritis dan Refleksi Historis
Penulis              : Dr. Faisal Ismail, M.A.
Penerbit            : Titian Ilahi Press
Tahun              : 1996
Tebal               : 289 halaman
1.      Kelebihan Buku
Buku ini sangat menarik karena membahas persoalan moralitas, agama dan kebudayaan, meskipun buku ini merupakan buku terbitan lama, tetapi isinya sangat bagus untuk dijadikan sebagai suatu wacana bagi orang yang membacanya, khusunya para mahasiswa. Sehingga dapat menambah wawasan dalam hal kebudayaan terkait hubungannya dengan masalah moralitas dan agama.
2.      Kelemahan Buku
Karena sebenarnya buku ini merupakan kumpulan karangan lepas dan makalah lepas, sehingga antara bagian yang satu dengan bagian lainnya tidak bisa menjadi sesuatu yang bulat dan utuh secara sempurna. Dalam setiap bagiannya mempunyai judul/tema baru, Sehingga pembaca harus memahami setiap tema dari setiap bagian buku untuk bisa memahami bagian berikutnya.
3.      Manfaat
·         Menambah pengetahuan dan wawasan tentang kebudayaan bagi para pembacanya.
·         Sebagai sumbangan pemikiran untuk membangkitkan kembali kebudayaan Islam.
4.      Isi Buku
Buku yang berjudul Paradigma Kebudayaan Islam;Studi Kritis dan Refleksi Historis ini dibagi menjadi empat bagian. Secara umum, dapat dijelaskan sebagai berikut.
Bagian Pertama, Islam dan Kebudayaan di Indonesia
Penyair dan budayawan terkenal W.S. Rendra, pada tahun 1971 memberikan orasi kebudayaan di masjid IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ada 3 poin penting yang dikemukakan Rendra dalam orasinya, yaitu :
a.       Umat Islam tidak hadir secara fungsional dalam tata kehidupan masyarakat.
b.      Umat Islam seakan-akan bukan sahabat kemanusiaan lagi.
c.       Umat Islam cenderung menjadi masyarakat tertutup.
Tiga poin itulah yang penting untuk dicatat agar menjadi bahan renungan dan introspeksi, menjadi bahan pemikiran yang serius, bagaimana umat Islam dapat meletakkan dirinya pada proporsi dan posisi sebenarnya, sehingga umat Islam bisa hadir secara fungsional dalam tata kehidupan masyarakat. Dan berusaha menjadi sahabat kemanusiaan lagi, yang bisa memberi rahmat bagi dunia secara universal.
Keadaan umat Islam di Indonesia nampaknya kurang menaruh respek terhadap masalah-masalah kebudayaan. Antusiasme umat Islam terhadap persoalan kultural hampir dapat dikatakan “Nol Besar”. Mereka seakan-akan tidak tahu menahu, acuk tak acuh, apatis dan masa bodoh dengan situasi dan zamannya. Aspek lain yang menyebabkan krisis kebudayaan Islam di Indonesia adalah adanya anggapan yang keliru di sebagian kalangan umat Islam yang mengasosiasikan Islam hanya sebagai ibadat saja dalam pengertiannya yang sempit dan dangkal. Pandangan semacam itu tentu saja tidak benar. Bahwa pada hakikatnya, bidang garapan Islam tidak saja masalah-masalah peribadatan saja, tetapi masalah-masalah keduniaan (kebudayaan) juga menjadi bidangnya.Islam tidak membenarkan kehidupan yang berat sebelah. Islam mengajarkan kehidupan harmonis, seimbang, serasi antara kegiatan hidup duniawi dan aktivitas hidup keakhiratan harus berjalan secara seimbang.
Untuk itu, diperlukan strategi kebudayaan yang mampu untuk menggerakkan daya kreatif dan daya potensial umat dalam memberi warna dan arti bagi kebangkitan kembali Islam dan umatnya. Salah satu strategi yang dapat digunakan adalah pembaharuan pendidikan Islam, karena pendidikan merupakan sub-sistem dalam keseluruhan satuan budaya. Strategi kebudayaan dan pembaharuan pendidikan Islam merupakan suatu keharusan sejarah.
 Bagian kedua, Keberimanan dan Kebersenimanan.
Kemacetan kesenian Islam di Indonesia memang tidak diragukan lagi. Salah satu penyebabnya dalah karena umat Islam kurang menaruh respek terhadap masalah-masalah kesenian sebagai akibat dari produk pandangan sebagian ulama di masa penjajahan yang mengintroduksi suatu fatwa bahwa meniru-niru segala yang berbau adat istiadat kaum penjajah adalah haram. Visi seperti itu perlu diubah dan diluruskan pada masa kini, bahwa seni budaya tidak dapat dilepaskan dari ajaran agama, yang wajib dikembangkan sesuai dengan jiwa dan nilai agama dan tanpa perlu melucuti prinsip-prinsip agama itu sendiri.
Senjata yang paling ampuh yang sangat dibangga-banggakan seniman adalah apa yang disebut dengan “imajinasi”. Tapi perlu ditanyakan sampai manakah kebebasan yang dituntut seniman dalam menuangkan imajinasinya itu? kebebasan imajinasi yang mutlak?
Tidak semua hasil imajinasi dalam karya seni itu dapat kita terima, karena imajinasi itu adalah hasil daya khayal manusia belaka, kadang-kadang bermain dan menyeruak dari bawah sadar. Dan hasil imajinasi itu tidak mutlak kebenarannya. Seorang seniman juga diungkapkan mempunyai cara tersendiri dalam mendekati Tuhan. Baginya yang dimaksud dengan Tuhan adalah Tuhan yang terdapat dalam imajinasinya. Karena itu, ia mempunyai cara tersendiri dalam medekati Tuhannya, mungkin dengan cara penghayatan yang intens sehingga terjadi “manunggaling kawulo Gusti”, bersatunya hamba dengan Tuhan atau dengan cara lain yang ia tafsirkan menurut imajinasinya, karena ia juga merasa mampu dan dapat menafsirkan tentang Tuhan. Kalau cara semacam itu dikatakan cara mendekati Tuhan, maka orang tidak mempunyai cara yang objektif.
Cara yang objektif dalam mendekati Tuhan sebenarnya telah diajarkan oleh setiap agama sesuai dengan cara pengamalannya sendiri menurut kepercayaannya terhadap agamanya. Dalam agama Islam, cara mendekati Tuhan diwujudkan dalam bentuk ritus, kultus dan pemujaan dalam bentuk shalat dan bermacam-macam kegiatan ibadat lainnya dan doa pemujaan.
Bagian ketiga, Islam, Moralitas dan Modernitas.
Apakah Islam menolak mode? Yang jelas jawabnya ‘tidak’. Islam tidak memberikan ketetapan atau kepastian bahwa mode itu harus begini atau harus begitu. Karena soal cipta mencipta mode termasuk masalah yang berdimensi duniawi. Tegasnya, termasuk masalah kebudayaan. Dalam menghadapi masalah-masalah yang berdimensi duniawi dan masalah-masalah kebudayaan, Islam tidak bersikap kaku tetapi fleksibel. Islam memberikan kelonggaran bahkan kebebasan dalam hal cipta mencipta mode, dan dalam hal ini diserahkan kepada selera kreativitas masyarakat-penganutnya dimana mereka berada.
Tetapi Islam menolak westernisasi karena banyak cara hidup Barat yang bertentangan dengan doktrin moral Islam. Islam tidak menerima anggapan bahwa paradigma dan ukuran modern adalah tata cara hidup barat. Islam dapat menerima penggunaan unsur-unsur kebudayaan barat yang baik dan bermanfaat menurut pandangan Islam. Islam tidak saja menerima modernisasi, tetapi lebih dari itu, Islam menyuruh dan memerintahkan serta mendorong manusia untuk melaksanakan usaha modernisasi.
Bagian keempat, Islam dan Kebudayaan Global.
            Tak dapat dipungkiri memang banyak sekali sumbangan dan jasa umat Islam bagi kebangkitan dan kebangunan kebudayaan Barat, baik di lapangan kedokteran, filsafat, ilmu pasti, kimia, astronomi, seni sastra dan sebagainya, maka banyaklah istilah-istilah yang berasal dari kebudayaan Islam (bahasa Arab) yang sekaligus menjadi bukti nyata peninggalan dan jasa umat Islam kepada dunia Barat.
            Mengungkap kembali kebesaran dan kejayaan kebudayaan Islam di masa silam tak lain dimaksudkan agar manusia mempunyai kesadaran masa lalu, kesadaran kultural yang dapat dipakai sebagai jembatan dalam membangun pilar-pilar budaya masa kini dan masa depan, karena peradaban modern telah mengakibatkan terjadinya polusi mental spiritual, meskipun di sisi lain mampu memberikan kenikmatan dan kemudahan bagi kehidupan manusia.
            Oleh karena itu, ahli-ahli fikir Islam mesti kembali merumuskan keseimbangan antara agama dan ilmu, antara kekudusan rahasia hidup dan alam semesta dengan kenyataan dunia empirik yang dapat dikaji oleh pikiran. Jika ini dilakukan, maka tidak mustahil dalam zaman ini, umat Islam dapat memimpin seluruh dunia dalam menghadapi masa yang akan datang.
PENUTUP
Buku yang ditulis oleh Faisal Ismail ini merupakan buku yang dapat dijadikan sebagai kritik ataupun wacana terhadap kebudayaan, terutama kebudayaan Islam yang dirasa semakin lama semakin meredup, sehingga perlu adanya usaha untuk membangkitkan kembali semangat generasi muda untuk menggerakkan kebudayaan Islam. Meskipun dalam penyajiannya buku ini memiliki kelemahan, namun secara keseluruhan buku ini dapat dijadikan sebagai rujukan untuk mengatasi krisis kebudayaan tersebut. Semoga bermanfaat bagi pembacanya.

4 komentar:

  1. PAI C UIN SUKA BUDAYA SENI

    Menurut saudari, usaha apa yang harus dilakukan agar bisa membangkitkan kesenian islam yang semakin meredup ini?
    Enni Purwanti (09410176)

  1. Nurul

    usahanya mungkin bisa dilihat dari penjelasan sebelum penutup, bahwa umat Islam harus kembali merumuskan antara agama dan ilmu dengan kenyataan dunia empirik (nyata). selain itu, umat Islam juga harus meningkatkan kesadaran kultural (kuhusnya di Indonesia), dan menyadari bahwa bentuk masyarakat yang kultural itu pasti berdampak pula pada budayanya. termasuk didalamnya budaya Islam. trmksh.

  1. umul maghfiroh

    ya menyambung dari pertanyaan mba eni, langkah kongret yang dilakukan seorang pendidik khusus PAI agar dapat membangkitkan kesenian islam itu seperti apa? karena kita tau dengan kesenian kita bisa mengajarkan agama. sehingga tidak terbatas pada aspek kognitif saja.

  1. Nurul

    mungkin saat pembelajaran, guru dapat menggunakan metode/strategi pembelajaran bernyanyi dimana dalam bernyanyi itu dpt menggunakan lagu2 daerah yang mengandung nilai (nasehat). ex: ilir-ilir, tombo ati (dg berbagai versi; jawa atau indonesia). bernyanyi sbg selingan agar siswa tdk bosan sekaligus sbg cara untuk memasukkan unsur kebudayaan dlm pembelajaran. mungkin spt itu. atau ada tanggapan/ide lain dari mbk umul sendiri??

Posting Komentar